Pertanian Ramah Lingkungan untuk Masa Depan

By Admin


nusakini.com - Masalah lingkungan yang ditimbukan akibat penggunaan pestisida sintetik menjadi isu yang paling banyak didiskusikan dalam workshop dan seminar internasional yang digelar Badan Litbang Pertanian-Kementerian Pertanian.

Workshop dan seminar yang bertajuk “Inovasi Pestisida Ramah Lingkungan mendukung Swasembada Pangan” berlangsung di Pati, Rabu (6/9/2017). 

Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Lingkungan, Ir. Mukti Sardjono, M.Sc, dalam arahannya memaparkan, “Perubahan iklim dapat menjadi pemicu mewabahnya serangan hama dan penyakit atau organisasi pengganggu tanaman (OPT), yang pada gilirannya akan mengganggu produksi”.

Mukti menguraikan timbulnya serangan OPT di lapangan menjadikan alasan petani terus-menerus menggunakan pestisida kimia. Hal tersebut juga menyebabkan pemahaman petani menjadi keliru tentang penggunaan pestisida.

“Penggunaan pestisida yang kurang bijaksana banyak ditemukan di lapangan”, tegas Mukti. Mengoplos beberapa jenis pestisida, melebihi dosis anjuran, pestisida bermutu rendah, aplikasi yang tidak tepat sasaran, merupakan praktek yang banyak ditemukan di tingkat petani. 

Cara-cara di atas berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan pertanian, hama dan penyakit yang makin resisten, dan penurunan produksi. Dampak terburuk adalah pada kesehatan manusia, baik petani sebagai pelaku maupun masyarakat sebagai konsumen.

Pemanfaatan pestisida nabati (biological pesticide) menjadi pilihan utama dalam mengendalikan serangan OPT. Pemanfaatan pestisida nabati merupakan salah satu komponen penting dari sistem pertanian ramah lingkungan, komponen lainnya antara lain penggunaan varietas unggul rendah emisi, pupuk rendah emisi, pengaturan tata air. 

Pestisida nabati mempunyai beberapa kelemahan, yakni relatif lambat dalam membunuh hama, komposisinya tidak stabil dan mudah mengurai bila terkena sinar matahari. Namun demikian relatif tidak menimbulkan dampak bagi lingkungan dan kesehatan manusia.

Salah satu pembicara pada seminar Profesor Errol Hassan, dari The University of Queensland, Australia memaparkan pengaruh pestisida nabati pada produksi pangan yang sehat. ”Populasi penduduk dunia yang terus bertambah memicu kebutuhan produksi pangan yang juga meningkat. Tantangan menyediakan pasokan pangan segar yang cukup, berkualitas tinggi sangat vital bagi kehidupan yang sehat,” ujar Hassan. 

Produktivitas pertanian menjadi kunci untuk memastikan permintaan akan pangan dapat dipenuhi. “Pemanfaatan produk pestisida nabati sangat membantu peningkatan produktivitas pertanian,” imbuh Hassan. 

Hassan menyajikan berbagai pemanfaatan bahan nabati untuk pestisida misalnya minyak atsiri (Essential Oil), juga success story pemanfaatan pestisida nabati dan pestisida biologi.

Pada dasarnya bahan-bahan alami berupa tanaman untuk meramu pestisida nabati banyak tersedia di Indonesia, antara lain rimpang (temu ireng, temulawak), daun mahoni, mimba, gadung, seperti diungkap Mbah Lasiyo petani asal Bantul yang sukses meramu dan memanfaatkan pestisida nabati dalam usahataninya. Secara lugas Lasiyo mengungkapkan pengalamannya meracik pestisida nabati dalam kesempatan seminar tersebut.

Pestisida nabati yang beredar dan telah terdaftar jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pestisida sintetik. Karenanya sikap tegas pemerintah tentang peredaran dan penggunaan pestisida sintetik tetap diperlukan, baik dari aspek jumlah jenis/merk maupun bahan yang digunakan. Disinyalir masih terdapat bahan aktif pestisida yang masih beredar di Indonesia, namun di negara lain tidak digunakan lagi, seperti paraquat dan carbamat. 

Direktur Pupuk dan Pestisida Kementerian Pertanian, Dr. Muhrizal Sarwani dalam paparannya menegaskan, “Pemerintah tetap melakukan pengawasan terhadap peredaran produk-produk pestisida secara ketat”. Muhrizal juga mengungkap fakta, produk pestisida nabati yang saat ini terdaftar baru sebanyak 54 merk, sedangkan pestisida sintetik lebih dari 3.000 merk.

Sementara itu Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Prof. Dr. Ir. Dedi Nusyamsi, M. Agr., dalam arahan penutupan menekankan, “Kita perlu secara eksplisit dan tegas menyampaikan kapan kapan pestisida sintetik boleh digunakan dan kapan tidak boleh”. Di sisi lain harus ditegaskan pula kapan petani hanya boleh menggunakan pestisida nabati. Untuk sampai pada tahap tersebut maka diperlukan penelitian lebih dalam.

“Tanah yang sehat akan menghasilkan produk yang sehat. Produk yang sehat akan menghasilkan manusia yang sehat. Manusia yang sehat menghasilkan ide dan gagasan yang sehat. Gagasan yang sehat menghasilkan teknologi yang sehat. Teknologi yang sehat menghasilkan peradaban yang handal dan sehat. Semua bermula dari sistem pertanian ramah lingkungan,” pungkas Dedi.

Workshop ini dihadiri 170 orang peserta, terdiri dari peneliti, akademisi berbagai perguruan tinggi, praktisi (pengusaha dan petani), Dinas Pertanian Kabupaten, dan Ditjen Teknis lingkup Kemenerian Pertanian. (p/ma)